MenPANRB: Kinerja Birokrat Harus Memberi Manfaat Untuk Rakyat

By Admin

nusakini.com--Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) kembali menyerahkan Laporan Hasil Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LHE AKIP) tahun 2016 kepada Pemerintah Kabupaten/Kota Wilayah Regional III di Yogyakarta, Senin (06/02).

Setelah minggu lalu menyerahkan LHE AKIP kepada Pemerintah Kabupaten/Kota Regional Wilayah I dan II, kali ini giliran regional wilayah III yang merupakan fase terakhir dalam penyerahan LHE AKIP untuk tingkat kabupaten/kota. 

Regional Wilayah III yang dievaluasi Kementerian PANRB ini terdiri dari 156 kabupaten/kota di wilayah Provinsi se-Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta. Hasil Akuntabilitas Pemerintah Kabupaten/Kota ini diserahkan langsung oleh Menteri PANRB RI kepada seluruh Bupati dan Walikota di Wilayah Regional III. 

Dalam sambutannya, Menteri PANRB Asman Abnur menegaskan bahwa keseriusan dan komitmen Bupati, Walikota dan Sekretaris Daerah sangat diperlukan untuk mendorong percepatan implementasi reformasi birokrasi. Kepala Daerah diharapkan memberikan perhatian untuk terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik dan sekaligus berorientasi hasil. 

Pada Wilayah Regional III terdapat 4 pemerintah daerah yang berhasil meraih predikat BB yaitu, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, serta Kota Yogyakarta.

Untuk kabupaten/kota, sudah ada 2 daerah yang mendapatkan predikat A dan berhasil dalam pengimplementasian SAKIP di tahun 2016, yakni Kota Bandung dan Kabupaten Banyuwangi. Menteri Asman berharap keberhasilan dua daerah tersebut dapat diikuti oleh kabupaten/kota di Indonesia terutama di Wilayah Regional III. 

“Saya sarankan segera lakukan replikasi ke instansi pemerintah lain yang sudah lebih baik penerapan SAKIPnya,” tegasnya saat memberikan arahan pada Penyerahan Laporan Hasil Evaluasi Akuntabilitas Kinerja pada Pemerintah Kabupaten/Kota Wilayah III. 

Menteri Asman juga mengapresiasi capaian yang telah didapat oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dengan predikat baik hingga sangat baik. Keberhasilan dalam implementasi SAKIP tersebut sangat berdampak pada efisiensi dalam penggunaan anggaran. SAKIP yang selama ini dianggap sebagai kumpulan dokumen semata ternyata mempengaruhi efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran negara yang pada hakikatnya adalah dana yang terkumpul dari rakyat. 

Data hasil evaluasi AKIP yang dilakukan Kementerian PANRB pada tahun 2016 menunjukkan terjadi peningkatan rata-rata nilai evaluasi pada kabupaten/kota dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2016 rata-rata nilai evaluasi AKIP kabupaten/kota adalah 49,87 atau meningkat 2,95 poin dari tahun 2015 yang hanya 46,92. 

Walaupun terjadi peningkatan, namun rata-rata kabupaten/kota pada tahun 2016 masih di bawah 50, yang artinya masih berada pada kategori C. Sebanyak 425 kabupaten/kota atau 83% dari total seluruh kabupaten/kota masih mendapat nilai di bawah B. 

Sebelumnya pada penyerahan Hasil Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi pemerintah pada wilayah dua, pada tahun 2016 ini, terdapat satu pemerintah daerah yang berhasil meraih predikat “A” yaitu Kabupaten Banyuwangi, disamping itu terdapat 3 kabupaten/kota yang meraih predikat “BB” yaitu Kabupaten Badung, Kota Malang, dan Kabupaten Tulungagung. Di wilayah tersebut pun terdapat 31 kabupaten/kota dengan predikat “B”, kemudian 61 kabupaten/kota dengan predikat “CC”, serta 50 kabupaten/kota dengan predikat “C”, dan satu kabupaten dengan predikat “D”. 

Sementara itu untuk wilayah I ini terdapat satu Pemerintah Kota, yaitu Kota Bandung yang berhasil meraih predikat A dan tiga kabupaten/kota berpredikat BB yaitu Kabupaten Karimun, Kota Sukabumi, dan Kota Tanjung Pinang. Kemudian juga terdapat 17 kabupaten/kota dengan predikat B. Selain itu, di wilayah ini juga terdapat 81 kabupaten/kota dengan predikat CC, 69 kabupaten/kota dengan predikat C dan satu kabupaten dengan predikat D. 

Menurut Menteri PANRB, rendahnya tingkat akuntabilitas kabupaten/kota dikarenakan empat permasalahan utama, yakni tujuan/sasaran yang ditetapkan tidak berorientasi pada hasil, ukuran keberhasilan tidak jelas dan terukur, program/kegiatan yang ditetapkan tidak berkaitan dengan sasaran, dan rincian kegiatan tidak sesuai dengan maksud kegiatan. 

Keempat permasalahan tersebut menciptakan inefisiensi penggunaan anggaran pada instansi pemerintah. Jika mengacu pada hasil evaluasi dan berdasarkan data yang telah dihitung, terdapat potensi pemborosan minimal 30% dari APBN/APBD diluar belanja pegawai setiap tahunnya. "Angka tersebut setara dengan nilai kurang lebih 392,87 Triliun rupiah," jelas Menteri Asman. 

Menteri Asman mencontohkan pada tahun 2016, Pemerintah Kota Bandung berhasil melakukan penghematan anggaran kurang lebih 35% atau setara dengan 2 Triliun Rupiah melalui pengintegrasian sistem perencanaan, penganggaran, dan manajemen kinerja.

Melalui pengintegrasian tersebut, Kota Bandung melakukan refocusing kegiatan yang berimplikasi pada berkurangnya jumlah kegiatan menjadi 4.814 kegiatan di tahun 2017 dari sebelumnya 5.701 kegiatan di tahun 2016. Dengan demikian, Pemkot Bandung juga telah berhasil mendorong praktik penerintahan yang baik (better practice government) melalui penerapan sistem penganggaran berbasis kinerja (e-performance based budgeting). 

Menteri Asman mengatakan bahwa birokrat harus merubah mindset dari mental menghabiskan anggaran menjadi mental memberi manfaat dari hasil kerja yang dilakukan. “Kita perlu bekerja secara terstruktur untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat menuju Indonesia yang lebih baik dan sejahtera,” ujarnya. (p/ab)